Iran dan Irak memiliki sejarah hubungan yang panjang. Puncak memanasnya hubungan Iran dan Irak adalah ketika terjadinya Perang Teluk antara kedua negara ini pada tahun 1980-1988. Pada masa perang ini dapat dikatakan juga sebagai masa keemasan dari Saddam Husein yang mana pada saat itu Saddam lah yang memegang tampuk kepemimpinan tertinggi di Irak.
Hubungan Iran-Irak selama dua dekade terakhir dipenuhi hawa permusuhan dan saling curiga. Namun, perlahan, hubungan yang tegang itu mulai mencair seiring dengan naiknya para pemimpin Syiah Irak ke tampuk kekuasaan pemerintahan di negara itu. Sejarah masa lalu kedua negara sesungguhnya tidak terlepas dari dua aliran besar dalam Islam yang dikenal dengan Sunni dan Syiah. Kedua aliran itu di banyak kelompok masyarakat lebih dikenal ketimbang beberapa aliran besar lainnya dalam Islam. Konflik Iran-Irak juga tidak terlepas dari sejarah wilayah itu pada masa kerajaan Mesopotamia hingga kekaisaran Ottoman. Antara tahun 1555 dan 1918, menurut Wikipedia, kerajaan Persia dan kekaisaran Ottoman telah menandatangani tidak kurang dari 18 perjanjian mengenai batas kedua wilayah yang terus dipersengketakan. Persengketaan batas negara itu terus berlanjut hingga kemudian pada 1975, atas desakan AS, Iran dan Irak menandatangani kesepakatan mengenai batas negara di Algiers, Aljazair.
Sejak itu hubungan kedua pemerintahan agak membaik pada 1978, ketika agen-agen Iran di Irak berhasil membongkar komplotan pro-Uni Soviet yang merencanakan kudeta terhadap Pemerintah Irak. Akan tetapi, hubungan kedua negara memburuk lagi ketika Saddam Hussein berkuasa dan kembali mengungkit masa lalu. Puncaknya, pasukan Irak kemudian menyerbu masuk ke Iran pada 22 September 1980. Selain masalah sengketa perbatasan yang kembali diungkit, Saddam ketika itu juga mengkhawatirkan perlawanan warga Syiah yang notabene mayoritas di Irak. Warga Syiah Irak kian aktif menuntut hak-haknya, terinspirasi oleh keberhasilan revolusi di Iran. Perang...